
Menuju salah satu gerbang, berbarislah ribuan pemimpin yang terkenal, dimulai dengan Musa. Ternyata di atas gerbang itu terpampang tulisan: “Jalan masuk untuk para pemimpin yang takut pada mertua mereka”
Anehnya, hanya ada seorang pemimpin yang berjalan perlahan-lahan menuju gerbang kedua itu. Perawakan orang itu kecil dan kurus, namun jarinya berhiaskan cincin bernilai puluhan juta rupiah.. Di tangannya ia menggenggap handphone seharga 50 juta rupiah dan pangkat di bahu bajunya menunjukkan bintang tiga.
Tentu pemimpin-pemimpin yang berbaris di gerbang pertama takjub. Mereka berkomentar: “Hebat juga. Ada juga manusia langka, ya. Bersediakah Anda jelaskan pada kami bagaimana Anda sukses menangani mertuamu selama hidup?”
Orang itu hanya menggelengkan kepalanya, “Aku tidak tahu.”
Beberapa orang bertanya, “Lho? Kan Anda berbaris di situ?”
Ia berkata dengan lirih, “Itu bukan mauku, baru saja. mertuaku menyuruh agar aku berbaris disini.. dan aku takut membantahnya...”
Humor di atas menunjukkan bahwa banyak pemimpin bekerja dengan kuasa dan prestasi yang hebat, namun di dalam dirinya, memiliki titik lemah yang serius. Mereka mencoba menampilkan diri dengan hebat. Sering di depan orang banyak, mereka mengandalkan kekuatan dirinya di dalam memimpin, sementara ada hal-hal yang mencemaskan dan menakutkannya tersimpan baik-baik dalam hati sampai mereka mati. Mereka juga harus menampilkan peran manusia istimewa dan langka. Karenanya mereka membuat orang lain yang sebenarnya mampu memimpin menjadi segan, takut, dan meragukan kemampuan diri sendiri.
Sebenarnya, kepemimpinan adalah suatu pengaruh atau daya. Siapa yang hidup di dalam Kristus menerima daya atau kuasa tersebut (Yoh 1:12).
Tulisan ini mengajak Anda dan membedakan pandangan populer tentang kepemimpinan dan pandangan Alkitab sehingga kita dapat memainkan daya dan peran kepemimpinan di konteks masing-masing dengan bergantung pada kuasa-Nya..
(Tommy Kastanja, Ketua Badan Pengurus Young Leaders Institute)
Caraya bagaimana? Simaklah kalimat dari abad ke empat ini yang mewakili pemahaman buku ”Kamu juga bisa”
Anda ingin bangkit dan menonjol?
Mulailah dengan turun ke bawah.
Bila kau ingin mendirikan menara yang mencuat ke langit,
bangunlah terlebih dulu pondasi kerendahan hati.
(Augustinus, Uskup di Hippo Regius, abad IV M)